Beberapa naskah kuno menyebutkan bahwa Gunung Cikuray sebagai Gunung Larang Srimanganti. Hal ini juga diperkuat oleh para ahli sejarah. Menurut para ahli sejarah, Gunung Cikuray pada awalnya bernama Larang Srimanganti. Konon, dulu dilereng gunung ini terdapat tempat yang disebut Mandala, yaitu pemukiman para pendeta. Mandala ini menjadi tujuan untuk mencari dan menuntut ilmu serta menjadi cikal bakal tradisi tulis menulis Kerajaan Pajajaran pada abad ke 17.
Pada abad ke-17, lereng Gunung Cikuray menjadi mandala, yaitu pusat pertapaan para pendeta dan kegiatan tulis menulis kerajaan Padjadjaran. Di tempat inilah tradisi kerajaan Sunda dalam bidang tulis-menulis berlangsung. Banyak naskah Sunda kuno yang ditulis saat itu dan menjadi pusat penelitian para ahli. Bukti-bukti tertulis mengenai mandala ini masih tersimpan di sebuah cagar budaya Ciburuy di Kecamatan Cigedug.
Dengan peristiwa ditemukannya naskah lontar Sunda Kuna di sekitar daerah itu oleh Raden Saleh tahun 1856, yang kemudian diserahkan pada Bataviaasche Genootschap (sekarang Museum Nasional Jakarta). Naskah lontar terdapat pada kropak no. 410 dan diberi tulisan : Carita Pakuan naskah Raden Saleh, Pantun Sunda pada daun lontar, penulisannya Kai Raga, cucu pertapa di Gunung Cikuray (CM. Pleyte, TBG. 1914, halaman 371).
Adalah Kai Raga, seorang pertapa yang berada di Gununglarang Srimanganti ini yang sering menulis, dapat kita baca keterangannya dari Ratu Pakuan (1970) karya Atja dan Tiga Pesona Sunda Kuna (2009) susunan J. Noorduyn dan A. Teeuw. Berdasarkan kedua buku tersebut, Kai Raga adalah pertapa yang tinggal di sekitar Sutanangtung, Gunung Larang Srimanganti.
Bukti kepenulisan Kai Raga dinyatakannya dalam bentuk kolofon pada masing-masing naskah yang ia tulis adalah :
Pada Kropak 410 dan 411, ada keterangan: “sadu pun, sugan aya sastra leuwih sudaan, kurang wuwuhan. Beunang diajar nulis di Gunung Larang Srimanganti dan beunang nganggeuskeun di sukra wage gununglarang srimanganti. Ini carik kai raga (Maaflah, bila ada tulisan berlebih, mohon dikurangi, jika kurang tambahi”. Hasil belajar menulis di Gunung Larang Srimanganti dan telah selesai dituliskan pada hari Jumat wage di Gununglarang Srimanganti. Ini juru tulis Kai Raga) (Atja, 1970 dan Undang A. Darsa, 2007).
Demikian pula Carita Purnawijaya (Kropak 416) dan Darmajati (Kropak 423), keduanya menunjukkan keterangan yang sama. Kata-kata yang dimaksud adalah: “sugan aya sastra ala de ma, sugan salah gantian, sugan kurang wuwuhan. Beunang Kai Raga nulis, di gunung Larang Sri Manganti (kalaulah ada tulisan jelek dan sia-sia, jika keliru perbaikilah, apabila kurang harap dilengkapi. Tulisan hasil Kai Raga, di Gunung Larang Srimanganti)”.
Sejak abad ke-19 lereng Gunung Cikuray mulai dibuka untuk dijadikan lahan perkebunan teh. Salah satu perkebunan teh yang terkenal pada massa itu adalah Perkebunan Waspada, Perkebunan yang berada di sekitar wilayah Cikajang. Perkebunan ini dikelola oleh Karel Frederik Holle (K.F. Holle) yang dikenal juga sebagai penasihat pemerintah kolonial Belanda untuk urusan masya¬rakat pribumi. Waspada menjadi terkenal karena Holle menjadikan perkebunan ini sebagai tempat bereksperimen yang menggabungkan bisnis dan idealisme kebudayaan dengan tujuan memberdayakan masyarakat pribumi. Mika lahirlah dari tempat ini berbagai inovasi di bidang kebudayaan dan pertanian, di antaranya pembudidayaan ikan air tawar, peternakan domba, dan sistem sengked untuk lahan pertanian.
Dewasa kini, naskah-naskah kuno terkait Gunung Larang Srimanganti, Sejarah Gunung Cikuray tersimpan di Situs Kabuyutan Ciburuy, Garut. Selain naskah kuno, peninggalan sejarah lainnya yang terdapat di Situs Ciburuy ini antara lain keris, bende (lonceng yang terbuat dari perunggu), kujang (senjata Prabu Siliwangi), trisula, tombak, dan tulisan Jawa Kuno yang ditulis oleh Prabu Kian Santang di atas daun nipa dan daun lontar. Masyarakat sekitar secara rutin mengadakan upacara pencucian keris yang dilaksanakan setiap 1 Muharam. Di kawasan Situs Ciburuy juga terdapat larangan berupa pantangan dimana setiap hari Jumat dan hari Selasa tidak boleh seorangpun memasuki kawasan Situs Kabuyutan Ciburuy.
Leave a reply