Susah payah saya menyeret badan pada pukul 5 pagi, menembus udara dingin yang bersuhu 6 derajat Celcius. Jaket tebal dan sarung tangan yang membungkus tubuh dan telapak tangan tak bisa menghentikan harapan saya akan ada penjual kopi panas dan nasi uduk hangat yang melintas. Sayangnya kedua hidangan itu hanyalah impian di sini, di Cappadocia,
Turki.
Membicarakan soal impian di tempat ini membuat saya terkenang pada masa kanak-kanak. Umur saya 10 tahun ketika Ibu akhirnya setuju untuk membelikan saya seperangkat alat lukis cat minyak. Sebelumnya, saya merengek terus-menerus dan menciptakan berbagai alasan yang semakin mengada-ada demi mewujudkan tujuan membuat “karya lukis” di dinding kamar saya.
Tentu saja Ibu tidak tahu rencana ini ketika beliau akhirnya mengiyakan. Ketika cat minyak sudah di tangan, saya memulai dengan sebidang kecil di sudut kamar tidur, menggarisi sedikit demi sedikit, apa yang selalu menghantui saya akibat terlalu banyak membaca buku cerita petualangan, yaitu terbang dengan balon udara panas.
Saya berjalan sambil tersenyum sendiri mengingat masa itu. Betapa saya dengan yakin bercerita kepada hampir seluruh teman dan guru, bahwa suatu hari saya akan terbang di udara sebagaimana yang dilakukan oleh kakak beradik asal Prancis pada 1700-an. Untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, keduanya terbang di atas kota Paris selama 20 menit dengan balon udara panas. Jika mimpi dua orang pada masa lampau itu bisa terwujud, cepat atau lambat, harusnya saya bisa mewujudkan impian saya juga pikir saya waktu itu.
Duduk melamun di dalam mobil operator balon udara panas yang membawa saya menuju ke lokasi lepas landas balon, saya tersenyum mengingat impian itu. Sabar adalah kunci. Bayangkan, setelah 25 tahun impian itu kian mendekati saya, dengan catatan kecil, jika cuaca memungkinkan. Faktor cuaca sendiri adalah pertimbangan utama dalam petualangan yang mengandalkan arah angin ini. Seorang pejalan dari Pakistan bercerita kepada saya, ia menghabiskan waktu di Cappadocia satu minggu lebih lama karena cuaca tidak mendukung. Angin yang bertiup terlalu kencang, tidak memungkinkan keselamatan dari balon udara panas.
“You don’t want to have the wind flies your balloon and landed in Syria, right? We are pretty close, you know.” Kalimat itu sering diucapkan para operator balon udara panas kepada calon penumpang yang keras kepala, Dan itu lebih dari cukup untuk membatalkan niat mereka memaksakan diri naik.
 |
Mengisi Balon Udara |
Penting untuk tahu bagaimana memilih operator balon udara panas. Saran yang paling mudah adalah dengan melihat ulasan dari situs-situs perjalanan. Sekadar memilih rekomendasi secara acak dari petugas toko kelontong setempat sangat tidak disarankan. Saya sendiri sengaja memilih sebuah operator yang memiliki paling banyak ulasan dengan nilai “excellent” dari para pejalan. Buat saya rekomendasi adalah keharusan. Berdasarkan peraturan yang berlaku, hanya agen perjalanan tersertifikasi dan operator balon udara panas lah yang bisa menentukan apakah penumpang bisa ikut terbang atau tidak. Semua informasi ini mudah didapat melalui internet.
Terlepas dari segala keseruan yang ditampilkan, kegiatan ini memang memiliki risiko. Ada beberapa kecelakaan yang berakibat cukup fatal tercatat di media. Untuk itu pemerintah
Turki terus-menerus menggerus berbagai peraturan keselamatan selama beberapa tahun terakhir, termasuk yang menjadi salah satu poin penting adalah izin menerbangkan balon udara panas tidak dikeluarkan oleh operatornya. Izin ini selalu diperbarui pada menit terakhir oleh Dirjen Penerbangan Sipil, Departemen Transportasi Turki. Begitu pula dengan izin untuk pilot balon udara panas.
Para calon penumpang seperti saya dijemput dari hotel sebelum matahari terbit. Kami menunggu di gedung operator sambil menikmati sarapan dan kopi panas ( bukan nasi uduk) dengan sebersit kekhawatiran mengenai keadaan cuaca yang mendukung. Setelah tidak ada penerbangan selama satu minggu, saya termasuk kelompok yang beruntung, operator baru saja mengabarkan, bahwa mereka mendapatkan izin untuk terbang. Yipppiii!!!
Kami berkendara selama kurang lebih 10 menit sebelum tiba di sebuah padang tandus dengan rumah-rumah merpati dan gua-gua kecil khas Cappadocia. Para petugas mulai bersiap menyiapkan balon udara panas. Deru suara gas memekakkan telinga, berbaur dengan kilatan api besar yang mulai mengisi udara panas ke balon.
Langit masih kelabu namun secercah semburat jingga mulai muncul, beberapa balon udara panas tampak memulai penerbangannya. Saya terpaku, belum terbang saja, kontras warna yang disajikan oleh pemandangan di depan saya sudah sangat menakjubkan. Hampir semua calon penumpang sibuk berfoto atau sekadar berdiri mendekat untuk menghangatkan diri dalam suasana yang sangat bersemangat.
Petugas mulai memanggil kami satu per satu untuk naik ke keranjang balon udara panas ketika balon sudah terisi penuh dan siap terbang. Kami juga diberi pengenalan keselamatan, bagaimana posisi tangan, tubuh, hingga kepala ketika akan terbang dan kelak mendarat nanti, termasuk prosedur keselamatan jika mendarat darurat.
Seorang lelaki Turki yang menjadi pilot kami, sudah bersiap dengan senyum lebar. Ia menggenggam alat komunikasi untuk bisa terus terhubung dengan operator di darat. Saya melihat ada dua alat komunikasi yang terpasang di dalam keranjang, cadangan alat komunikasi adalah hal mutlak dalam peraturan penerbangan.
Pilot mulai memberikan aba-aba ketika semua penumpang sudah naik dan selesai diberikan penjelasan keselamatan. Satu per satu tali yang semula ditahan oleh para petugas mulai dilepaskan, perlahan terpaan angin dingin kian terasa bersama kami terbang semakin tinggi. Bagai paduan suara, hampir semua penumpang berkata dengan nada tertahan,”Wooowww….”
Pilot Fatih terus membangun komunikasi dengan kami para penumpang sambil menyesuaikan ketinggian balon udara panas. Ia bercerita soal cara kerja balon udara ini.
“Pilot hanya menentukan ketinggian yang sesuai,” katanya. Sedangkan arah dan kecepatan benar-benar tergantung pada angin. Untuk mendapatkan izin mengemudikan balon udara panas, pilot membutuhkan pelatihan dan pengalaman 200 jam terbang. “Lisensi pun harus diperbarui setiap tahun,” ceritanya lagi.
Ia kemudian menunjukkan beberapa rumah merpati dan gua-gua di bebatuan yang juga berfungsi sebagai rumah, yang merupakan pemandangan khas kawasan Cappadocia. Hamparan pemandangan di bawah, di depan, di atas benar-benar membuat saya masuk ke alam mimpi. Semburat matahari terbit mulai mengguratkan merah, semakin menghangat langit yang tadinya kelabu. Hampir 100 balon udara panas yang terbang pagi ini menambah warna-warna di angkasa, berpadu dengan hamparan lanskap khas Cappadocia.
Salah seorang penumpang, tampak berdiri agak menunduk, rupanya ia tidak memperhatikan detail bahwa ketika terbang udara akan terasa lebih dingin. Jaket tipisnya kurang mampu menghangatkan dan menyamankannya. Saya beruntung, melirik lelaki tercinta yang berdiri bersama saya sembari memeluknya erat. Ada alasan lain untuk menjadi lebih romantis di atas keranjang balon. And travel never felt so good ketika bisa menikmati perjalanan impian bersama orang-orang yang kita cintai.
Kami terus naik hingga ketinggian maksimum hampir 800 meter. Pilot Fatih sesekali memutar posisi balon udara sehingga kami benar-benar bisa menikmati pemandangan penuh 360 derajat dari udara. Waktu seakan berhenti, saya menghirup napas dalam, menyimpan rekaman gambar pemandangan dan pengalaman jauh ke dalam lubuk kenangan. Satu jam berkelana dalam kesenyapan bagaikan mimpi.
Sang pilot mengumumkan bahwa sebentar lagi kami akan melakukan pendaratan di tempat yang sudah ditentukan sebelumnya. Perlahan-lahan balon udara panas yang kami tumpangi terbang merendah, mendekati rumah-rumah merpati dan pilar-pilar batu serupa cerobong asap yang sering disebut Fairy Chimneys oleh warga lokal. Balon udara panas kemudian mengarah ke bagian tanah yang lebih terbuka, semakin turun lalu mendarat halus dengan selamat.
Dengan sigap para petugas mengikat tali di keranjang balon sambil membantu para penumpang turun. Sebuah meja kecil sudah disiapkan, lengkap dengan gelas-gelas berisi jus ataupun champagne untuk merayakan petualangan pagi ini. Senyum lebar terpasang di bibir kami semua. Jika ini mimpi, rasanya saya tidak mau terbangun.
Leave a reply