Berlibur ke kota wisata Bandung akan lebih menarik jika kita mengetahui segala sesuatu tentang Bandung. Mengunjungi tempat-tempat sejarah di Bandung bisa menjadi alternatif liburan Anda. Ada salah satu jalan bersejarah di Bandung yang menarik untuk kita ketahui sejarahnya yaitu Jalan Braga.
Halo sahabat Pagguci, jika sebelumnya kita banyak membahas Wisata Garut seperti Darajat Pass, Kawah Kamojang, dan Kawah Gunung Papandayan, kali ini kita akan membahas tentang sejarah Jalan Braga dan asal-usul penamaannya. Mungkin untuk Anda yang tinggal di Bandung dan merupakan orang Bandung Asli tentunya sudah tidak asing lagi dengan Jalan Braga ini. Akan tetapi pasti ada diantara orang Bandung yang tidak mengetahui akan asal muasal dan cerita dibalik nama Jalan Braga.
Kota Bandung merupakan kota terdekat dari Kota Garut dan hanya berjarak setengah jam dari lembang Selain terkenal dengan produk-produk fashion berkualitas dengan harga murah, Bandung memiliki daya tarik wisata budaya dan sejarah yang cukup banyak berupa pertunjukan kesenian serta gedung-gedung dan landmark peninggalan dari masa silam salah satu tempat yang bersejarah.
Sekilas Tentang Jalan Braga Bandung
Jalan Braga merupakan sebuah nama jalan utama di kota Bandung Jawa Barat, Indonesia. Nama jalan ini cukup dikenal sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Sampai saat ini nama jalan tersebut tetap dipertahankan sebagai salah satu maskot dan objek wisata kota Bandung yang dahulu dikenal sebagai Parijs van Java.
Sejarah Jalan Braga Bandung
Sejarah jalan braga dulunya merupakan sebuah jalan kecil di depan pemukiman yang cukup sunyi sehingga dinamakan Jalan Culik karena cukup rawan. (Culik artinya penculik) Jalan kecil dan sepi yang awal mula pembangunannya sebagai penghubung 2 jalan utama di Kota Bandung pada sekitar tahun 1811. Jalan yang pada masanya pernah di beri nama Pedatiweg atau jalan pedati ini kemudian menjadi ramai ketika beberapa orang Belanda mulai membangun kedai kopi dan toko pakaian/fashion. Seiring dengan perkembangan masa, dengan dibangunnya De Vries (super market pertama di kota Bandung), Gedung Concordia (sekarang gedung merdeka) dan hotel Savoy Homann yang merupakan hotel kelas atas di masanya, jalan Braga pun menjadi berkembang menjadi jalan utama.
Orang-orang belanda yang membuka toko pakaian di sepanjang jalan Braga karena sangat mengikuti model apa yang sedang terkenal di kota Paris Francis , apa saja yang sedang menjadi trend di Paris dapat dipastikan menjadi trend pula di kota Bandung, dari sinilah istilah kota Paris Van Java lahir. Saat ini jalan Braga masih menyisakan beberapa peninggalan dari masa kejayaannya, berupa bangunan-bangunan tua lengkap dengan aksesoris uniknya.
Asal Usul Penamaan Jalan Braga Bandung
Menyusuri jalan Braga di kota Bandung, Jawa Barat, bagai ziarah ke masa pemerintahan kolonial Belanda. Jalan yang namanya mirip dengan nama kota di utara Portugal itu merupakan daerah konservasi budaya. Menurut “Kuncen Bandung” almarhum Haryoto Kunto, kata Braga berasal dari bahasa Sunda “Ngabaraga” yang artinya bergaya, nampang, atau mejeng. Braga waktu itu memang menjadi the place to see and to be seen. Ruas jalan yang tak terlalu panjang itu, tempo doeloe, menjadi tempat rendezvous sambil jalan-jalan dan belanja. Sebab kala itu di kota Bandung, Jalan Bragalah satu-satunya tempat shopping paling bergengsi.
Peninggalan Sejarah Jalan Braga
Dari peninggalan-peninggalan sejarah yang masih ada, kita bisa tahu bahwa di jalan Braga pernah dibangun gedung-gedung berarsitektur art deco, seperti gedung Bank Dennis, gedung toko Onderling Belang, di sebrang jalan gedung bioskop Majestic, dan viaduct; karena lalu lintas dari Landraadweg (mungkin sekarang jalan Pengadilan?) selalu dipenuhi delman (kretek) yang menanti kereta api lewat dari Setasion Bandoeng atau kereta api dari arah timur. Kemudian viaduct itu menghubungkan jalan Parapatan Pompa (sekarang jalan Suniaraja) dengan jalan Braga. Dulu jalan di jalan Braga ini buntu, namanya Gang Effendi. Lalu jalan di samping penjara Banceuy, yang sebelumnya adalah jalan kampung, dibikin tembus sampai ke jalan Braga di jalan Naripan.
Perkembangan Jalan Braga Dari Tahun-Ke Tahun
Jalan Braga Tahun 2009 |
Konon, pembuatan jalan ini terkait dengan pembangunan jalan Anyer-Panarukan oleh Daendels pada tahun 1808-1811 dan politik tanam paksa tahu 1830-1870. Pada tahun 1856, saat Bandung menjadi ibu kota Karesidenan Priangan, beberapa rumah warga Eropa dibangun di sepanjang jalan yang masih terbuat dari tanah. Sedangkan rumah-rumah lainnya masih beratapkan ijuk, rumbia, atau ilalang.
Hingga tahun 1874, hanya terdapat 6-7 rumah dari batu di Jalan Braga. Sebelum tahun 1882 Jalan Braga diberi nama Pedatiweg, dengan lebar sekitar sepuluh meter, sebagai penghubung Groote Postweg (Jalan Raya Pos/sekarang Jalan Asia-Afrika) dengan Koffie Pakhuis (Gedung Kopi) milik Tuan Andries de Wilde (sekarang menjadi Balai Kota Bandung).
Pada tahun 1882 seiring dengan pendirian Tonil Braga, Asisten Residen Bandung, Pieter Sitjhoff, mengganti nama Pedatiweg menjadi Bragaweg. Waktu itu jalan diperkeras dengan batu kali, dan lampu-lampu minyak digunakan untuk penerang jalan. Ketika jalur kereta api Batavia-Bandoeng dibangun pada tahun 1884, ujung Bragaweg yang terletak dekat pusat kota telah berkembang pesat, sedangkan bagian utaranya masih berupa hutan karet. Ada juga pendapat lain mengatakan, sebenarnya nama Braga sudah dipakai pada tahun 1810 dan dipopulerkan pada tahun 1887 oleh Tonil Braga.
Perkembangan Bragaweg dipicu oleh berdirinya toko kelontong De Vries. Toko yang menjual kebutuhan sehari-hari ini banyak dikunjungi petani Priangan keturunan Belanda yang kaya raya (Priangan Planters). Keramaian De Vries membuat kawasan di sekitarnya ikut berkembang sehingga berdiri hotel, restoran, bioskop, dan bank.
Akhirnya, Bragaweg berkembang menjadi daerah pertokoan terkemuka di seluruh Hindia-Belanda. Orang-orang onderneming (perkebunan) di sekitar Bandung dengan para pribumi, mojang geulis (gadis cantik) dan jajaka kasep (jejaka tampan) biasa bergaul dan berakhir pekan di Bragaweg.
Tahun 1900, penggal jalan Gereja dan jalan Braga mulai diaspal. Jalan Bragapun menjadi daerah pembangunan yang pesat. Pada tahun 1906 dibuat peraturan tentang standar bangunan toko di jalan Braga, seperti tipe bangunan gaya barat yang tadinya terbuka diubah menjadi bangunan perdagangan tertutup. Bentuknya bervariasi, mulai dari langgam klasik hingga arsitektur modern.
Sejarah modern jalan Braga, yang kemudian sangat populer terutama karena keasriannya, dimulai pada dekade 1920-1930-an, ketika kawasan itu menjadi pusat pertokoan eksklusif yang hanya menjajakan barang-barang berkelas. Konsep ini dicetuskan oleh wali kota Bandung saat itu. B. Coops yang menginginkan Bragaweg menjadi pusat pertokoan bergaya barat di Nederland-Indies.
Jalan Braga saat itu semakin terkenal, tidak saja di Hindia-Belanda tetapi juga di luar negeri sebagai satu-satunya tempat untuk menunjukkan life style (gaya hidup), sehingga dijuluki “Parijs van Java” oleh warga Eropa yang bermukim di Hindia-Belanda. Mereka menjadikan “Parijs van Java” sebagai pusat kegiatan politik, intelektual, kesenian, budaya, hingga hiburan, dan rekreasi. Sampai sekarang, Bandung tetap menjalankan fungsi-fungsi tersebut.
Sejarah mengungkapkan bahwa, kota Bandoeng “tempo doeloe” terkenal sebagai “Parijs van Java” pertamakali pada sekitar tahun 1920-1925. Ketika itu, kota Bandung sedang giat-giatnya dibangun menjadi pemukiman yang indah dan lengkap dengan sarana untuk memenuhi kebutuhan warganya. Warga Eropa yang tinggal di Bandung tetap mempertahankan suasana lingkungan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat pribumi, baik rumah tinggalnya, gaya hidup, menu makanan, maupun cara berpakaiannya sehari-hari.
“Bursa Tahunan” (Jaarbeurs/Pasar Malam) pun mulai diadakan di sebuah komplek di jalan Aceh, dengan berbagai macam acara dan tontonan, seperti teater sandiwara dan musik yang diselenggarakan setiap tahun pada bulan Juni-Juli.
Di tempat lain, jalan Bragapun terkenal sebagai pusat belanja dan tempat memajang pakaian model terbaru dari Paris, di jalan ini juga sering diadakan pertunjukkan kesenian setiap malam tertentu. Mungkin karena suasana kota Bandung waktu itu sangat gemerlap dengan suasana ke-Eropaannya, baik di siang maupun malam hari, orang jadi menyebutnya sebagai kota Paris dari Jawa (Parijs van Java).
Tetapi Haryoto Kunto menjelaskan, julukan “Parijs van Java” bukan untuk menunjukkan keindahan dank emodernan seperti di Paris, melainkan lebih pada kecantikan dan kemolekan mojang-mojang Priangan, yang mirip dengan kehidupan dan kejelitaan wanita-wanita di Paris.
Namun sisi buruknya adalah munculnya hiburan-hiburan malam dan kawasan lampu merah (kawasan remang-remang) di kawasan ini yang membuat Jalan Braga sangat dikenal turis. Dari sinilah istilah kota Bandung sebagai kota kembang mulai dikenal. Sehingga perhimpunan masyarakat warga Bandung saat itu membuat selebaran dan pengumuman agar “Para Tuan-tuan Turis sebaiknya tidak mengunjungi Bandung apabila tidak membawa istri atau meninggalkan istri di rumah”.
Begitu juga dengan istilah “Kota Kembang”, bukan berarti di kota Bandung banyak bunga, melainkan banyaknya mojang-mojan geulis (gadis-gadis cantik) di kota Bandung yang diibaratkan kembang wangi dan indah.
Pada tahun 1937-1939, Jalan Braga semakin ramai, seperti Fifth Avenuenya Bandoeng, sangat eksklusif untuk orang-orang Belanda yang berbelanja maupun yang makan-minum di Maison Borgerijen (sekarang Bandung Permai). Seiring terjadinya Perang Dunia ke II tahun 1942, pamor Jalan Braga merosot. Menjelang Konferensi Asia-Afrika tahun 1955, bangunan-bangunan di jalan Braga dipercantik. Jalan yang menjadi salah satu judul lagunya Habab Mustapha inipun hidup kembali dan meriah.
Jalan Braga Di Masa Sekarang
Banyak wisatawan yang datang ke Jalan Braga untuk mengabadikan tempat ini dengan berphoto. Menurut sebagian para pelancong untuk menyusuri Jalan Braga paling mengesankan saat malam hari. gemerlap lampu sepanjang jalan dan arsitektur bangunan menghadirkan sensasi jaman dulu. Tapi menyusuri Jalan Braga pada siang hari juga tak kalah bagus, apalagi cuaca Kota Bandung yang terkenal sejuk.
Jalan Braga kebanyakan dinikmati oleh para wisatawan dengan cara berjalan kaki. sebab jalan ini sering mengadakan acara seperti Braga Festival dan Jalan Braga semakin ramai dikunjungi oleh para pelancong domestik maupun manca negara.
Penginapan & Hotel Terdekat Di Jalan Braga
Mengunjungi Kota Bandung tidak lengkap rasanya kalau tidak mampir ke Jalan Braga. Kawasan yang penuh dengan toko pernak-pernik khas Kota Kembang ini memang asyik dikunjungi saat akhir pekan. di jalan yang syarat sejarah ini Anda akan banyak menemui seniman lukis di sepanjang jalan. jasa para seniman lukis ini akan dengan senang hati jika anda meminta jasa mereka untuk mengabadikan wajah Anda dan keluarga di atas kanvas.
Beberapa hotel yang ada di dekat Jalan Braga antara lain Aston Braga, Favehotel Braga, Golden Flower Hotel dan beberapa pilihan hotel lainnya.
Lokasi Jalan Braga Bandung
Jalan Braga terletak di pusat Kota Bandung. Tidak sulit sepertinya bagi Anda yang sering datang ke Kota Kembang untuk mampir ke Jalan Braga. yang berpapasan langung dengan Jalan Asia Afrika. Jalan -jalan di sepanjang Jalan Braga memang menyenangkan,Nah, tunggu apa lagi?
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di peta lokasi di google mapa pada link berikut: https://goo.gl/maps/PJVarmwUwz62 And ajuga bisa menggunakan peta lokasi dibawah ini sebagai panduan jalur untuk menuju Jalan Braga Bandung
Bagai mana menarik bukan sejarah Jalan Braga Bandung ini? Nah itulah sejarah dan asal usul penamaan Jalan Braga yang menjadi salah satu icon jalan paling terkenal dibandung. Bagaimana tertarik untuk kesini? Jika ke bandung jangan lupa untuk mampir ke jalan Braga Bandung ya, Share juga penglaman Anda selama menyusuri jejak kisah lama Jalan Braga Bandung pada kolom komentar ya. Jadikan Jalan Braga sebagai destinasi akhir pekan Anda bersama keluarga.
Leave a reply