Catatan berupa coretan tidak jelas ini begitu menarik untuk kembali saya baca. Catatan pendek yang bukan puisi namun pernah ikut saya bukukan dalam Karat Luka dan saya sebut puisi. Entah, puisi macam apa? Entah, menurut mereka yang ahli dan berkecimpung dalam dunia sastra, khususnya puisi.
Durga, dalam versi pewayangan Jawa digambarkan sebagai sosok raksasa perempuan yang sangat kejam, pemangsa manusia. Tidak banyak yang mengidolakan sosoknya, kecuali beberapa dukun pemuja kejahatan. Ya, karena Durga dianggap sebagai ratu kejahatan. Dia ratu dari Kerajaan (yang disebut juga kuburan) Gandamayit. Gandamayit artinya bau bangkai atau bau kematian. Nama kerajaan ini berasal dari aroma dan aura dari Durga sendiri, pemangsa manusia, pencabut nyawa. Dalam versi lain, Gandamayit disebut juga Gandamayu.
Durga bersama pasangannya (yang juga disebut pengikut dan anak), Bethara Kala – putra Shiwa, adalah musuh dari semua ksatria, dalam hal ini Pandawa. Durga lebih sering membantu Kurawa untuk melawan Pandawa dalam beberapa kasus sengketa dan perang saudara. Walau pada akhirnya, Durga harus selalu kalah dan mundur teratur ketika Semar turun tangan. Ya, hanya Semar yang bisa menundukkan Durga dan membuatnya patuh untuk kemudian berbalik membantu Pandawa.
Apakah saya seorang pemuja Durga? Bisa iya, bisa juga tidak? Lantas, mengapa saya begitu menyukainya hingga menuangkan dalam judul tulisan pendek tersebut, dengan judul yang begitu jelas, kuat; Memilih Durga? Entah. Lagi-lagi, Entah. Tetapi, saya hanya bisa menjelaskan ini;
Tulisan tersebut adalah tentang ungkapan hati, kesadaran diri, akan sebuah pilihan. Pilihan yang kadang dibatasi oleh aturan dan takdir. Pilihan, yang kadang dibatasi oleh angkara dan ketidakadilan. Pilihan yang kadang hanya satu-satunya pilihan, tidak ada yang lain.
Anda, Pembaca yang budiman, tidak akan mengerti maksud saya jika tidak mengenal Durga, sebelum dan setelah lepas dari sosok bernama Durga.
Lantas, siapa Durga sesungguhnya?
Durga sebelum dikenal sebagai Durga adalah Dewi Uma atau Dewi Parwati yang cantik jelita, bidadari penghuni khayangan. Parwati berubah wujud menjadi Durga setelah dikutuk oleh suaminya sendiri, Dewa Shiwa atau Bethara Guru
Durga – Wayang jawa
Setidaknya, ada 2 versi cerita tentang bagaimana Durga berubah wujud dari bidadari cantik menjadi sosok raksasi (raksasa perempuan).
Versi pertama, ia dikutuk oleh suaminya, Bathara Guru, karena menolak bercinta di atas lembu Nandi. Penolakan Parwati ini dianggap Shiwa sebagai pembangkangan kepada suami. Padahal, Parwati menolak karena itu dia menganggap hal tersebut tidak pantas dilakukan seorang Bathara, dan dia yakin Nandi (yang meskipun seekor lembu) juga memiliki rasa malu dan nafsu.
Versi kedua, ia dikutuk suaminya karena ketahuan selingkuh dengan seorang penggembala sapi, padahal penggembala sapi itu sebenarnya merupakan jelmaan dari Dewa Shiwa sendiri yang tengah menguji kesetiaan Dewi Uma. Dewi Uma memutuskan untuk tidur dengan sang penggembala sapi demi mendapatkan susu sapi yang sangat dibutuhkan oleh suaminya.
Semenjak dikutuk, Dewi Parwati berubah menjadi Durga dengan tampilan mengerikan, bermata dan berhidung besar serta bertaring. Ia hidup terisolasi dan terasing di Setra Gandamayit, kuburan paling mengerikan di seantero bumi.
Menurut bahasa Sansekerta, Durga diterjemahkan sebagai tidak tersentuh (The Invinsible) atau terisolasi. Sementara dalam Ensiklopedi Wayang Purwa I mengartikan gelar Durga sebagai kecewa / jelek / tidak menyenangkan.
Durga memang kecewa. Kekecewaannya disebabkan karena kesetiaan dan dedikasinya yang sangat besar kepada Shiwa diacuhkan. Shiwa masih merasa perlu mengetesnya dengan berbagai cara, hingga akhirnya ujian itu menjerumuskan dirinya, dan ia harus mendapat hukuman.
Hukuman, memang bukan hanya perkara yudisial, tapi lebih dari itu adalah ritual politik. Saya adalah salah satu orang yang menganggap hukuman terhadap Durga ini bermuatan politik, lebih tepatnya Politik Patriarki. Pola politik ini sudah ada sejak jaman dahulu, di mana pria selalu dianggap memiliki hak yang lebih tinggi terhadap perempuan.
Dalam pewayangan, hukuman terhadap Uma bersifat fisik, ia diubah menjadi Durga yang berpenampilan mengerikan. Saya sangat paham, bahwa harapan pengajaran dari kisah ini adalah orang lain (terutama perempuan) akan melihat Durga sebagai tokoh yang berperilaku menyimpang, membangkang dan karena itu harus menghindari perbuatan yang sama.
Hukuman memang akan membuat tubuh menjadi pesakitan, namun jiwa yang ada di dalamnya dapat memberikan kemungkinan lain. Dalam versi lain, hukuman yang diterima Durga tidak membuatnya mengaku salah. Dia justru menunjukkan resistensi. Dia dikisahkan balik mengutuk Bathara Guru yang ia anggap memperlakukannya secara tidak pantas. Resistensi ini membuatnya bertransformasi dari dewi lembut yang tidak berdaya, menjadi raksasa perempuan berjuluk Durga, penguasa Setra Gandamayit. Bersama para pengikutnya yang berwujud raksasa dan dedemit, ia menunjukkan kekuasaan serta kekuatannya.
Perwujudannya sebagai Durga adalah pilihan (bisa jadi satu-satunya pilihan), karena menolak tuduhan sekaligus menerima hukuman Shiwa.
Pilihan Durga masih berlanjut ketika Nakula-Sadewa berhasil meruwatnya dan ia kembali berubah bentuk sebagai Uma atau Parwati. Ia menolak untuk kembali ke kahyangan meskipun Shiwa memintanya kembali menjadi permaisuri.
Ia lebih memilih sebagai dirinya, dengan sebutan Durga, dan mengembara di bumi.
Durga adalah dewi yang terhukum karena kesetiaannya. Karakternya memang berubah bersamaan dengan wujud fisiknya. Ia garang, tapi ia juga pelindung. Ia korban, tapi ia juga bertahan.
Versi cerita Durga di atas adalah versi pewayangan Jawa. Saya yang seorang Jawa dan pecinta cerita pewayangan (khususnya wayang purwa / wayang kulit) hanya membeberkan kisah tersebut sebagaimana kisah Durga sesuai yang saya pahami.
Durga memiliki cerita lain dalam versi Hindu Bali maupun Hindu India. Durga dalam versi Hindu, adalah sosok ibu yang dipuja, yang mempertahankan tatanan moral dan kebenaran di alam semesta. Durga adalah pembasmi kejahatan sekaligus pelindung dari keegoisan, kecemburuan dan kebencian. Durga juga sering disebut Dewi Kali, yang berkulit hitam dan berlidah panjang. Dia adalah dewi kematian yang sangat dipuja di India.
Leave a reply